HEMOFILIA

HEMOFILIA

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter (diturunkan secara genetik oleh orangtua). Hemofilia A disebabkan karena kekurangan faktor VIII (FVIII), sedangkan hemofilia  B disebabkan karena kekurangan faktor IX (FIX).

Hemofilia A dan hemofilia B merupakan penyakit genetik yang diturunakan oleh orangtua, dimana terdapat gangguan pada kromosom X yang bersifat resesif. Pada pria (gen XY), hanya memerlukan 1 copy gangguan gen untuk terkena penyakit tersebut, sedangkan pada wanita (gen XX) gangguan harus pada 2 kromosom X. Jadi, semua anak perempuan dari ayah hemofilia akan menjadi pembawa (carrier), sedangkan anak laki-laki tidak ada yang terkena. Namun, jika ibunya seorang pembawa (carrier), ada kemungkinan 50% anak laki-laki terkena  penyakit dan 50% anak perempuan sebagai pembawa (carrier).

 

Gambar 1. Ilustrasi bagaimana hemofilia diturunkan.

 

Insiden terjadinya hemofilia A sekitar 1 : 5.000–10.000 kelahiran bayi lelaki dan merupakan 85-90% dari seluruh kasus hemofilia, sedangkan pada hemofilia B diperkirakan 1:30.000 bayi lelaki. Di Indonesia sendiri, sampai dengan akhir tahun 2018, tercatat sebanyak 2098 orang berdasarkan data Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), yang  diperkirakan hanya 10% dari total estimasi pasien, yaitu 20.000-25.000 kasus. Kasus hemofilia A dan B di Indonesia paling banyak pada usia19-44 tahun dan 5-13 tahun.

 

Gejala Hemofilia

Seorang anak dicurigai menderita hemofilia apabila didapati pada anak atau bayi berjenis kelamin laki-laki, mudah memar/lebam secara-tiba-tiba, bengkak dan nyeri pada sendi, perdarahan yang susah berhenti setelah terbentur, cabut gigi, setelah sunat, atau operasi, dan riwayat keluarga yang sama dijumpai pada saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki dari pihak ibu.

Secara derajat keparahan penyakitnya, Hemofilia dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

·         Hemofilia ringan

Pada penderita hemofilia ringan, perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan akan terjadi setelah adanya trauma yang berat ataupun operasi. Penderita hemofilia ringan dapat dijumpai pada usia 5 tahun sampai > 21 tahun.

·         Hemofilia Sedang

Pada penderita hemofili sedang, perdarahan spontan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya trauma yang ringan. Hemofilia sedang dapat dijumpai sejak lahir sampai usia 10 tahun.

·         Hemofilia Berat

Pada penderita hemofili berat, perdarahan spontan sering terjadi dengan adanya perdarahan ke dalam sendi, otot, dan organ-organ dalam, biasanya sudah terjadi sejak usia 1 tahun dan dapat terjadi perdarahan di sendi, gusi, hidung, saluran kencing, bahkan sampai adanya perdarahan di otak.

           

Perdarahan yang terjadi pada anak-anak dengan usia lebih muda banyak ditemukan di daerah pergelangan kaki, sedangkan pada anak-anak yang berusia lebih besar, perdarahan banyak ditemukan pada daerah lutut.

 

Skrining Penyakit Hemofilia

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang berperan untuk memastikan diagnosis hemofilia. Pada pasien baru (masih dicurigai menderita hemofilia), dilakukan pemeriksaan skrining perdarahan untuk mencari tahu penyebabnya, pemeriksaan yang dilakukan seperti hitung trombosit, masa perdarahan (Bleeding Time = BT), masa protrombin (Prothrombin Time = PT) dan masa tromboplastin parsial teraktivasi (Activated Partial  Thromboplastin Time = aPTT). Pemeriksaan Clotting Time (CT) dapat  digunakan apabila aPTT tidak tersedia, namun mengingat pemeriksaan clotting time kurang sensitif, maka  pemeriksaan ini hanya dianjurkan pada keadaan fasilitas yang sangat terbatas/tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan APTT dalam waktu dekat.

Untuk memastikan diagnosis hemofilia dan membedakan dengan yang tipe A atau B, perlu dilakukan assay faktor VII dan IX, dengan catatan pasien tidak dalam pengobatan pembekuan darah.

Selain pemeriksaan laboratorium, dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologi, seperti X-ray, USG, CT-Scan,  dan MRI, pemeriksaan ini tentunya sesuai dengan indikasi klinis, Komplikasi yang terjadi, dan saran dokter.

 

Pengobatan Hemofilia

Prinsip dasar dalam pengobatan hemofilia adalah mencegah dan mengobati perdarahan sedini mungkin dengan pemberian transfusi faktor pembekuan darah yang sesuai dengan tipe hemofilianya, perdarahan akut yang sesegera mungkin diatasi dalam waktu <2 jam, dan juga edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk penyakit, jadi jika pasien berada dalam keadaan gawat darurat penanganan hemofilianya juga akan tetap tertangani dengan baik.

Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin dengan memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi, kebersihan mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal, terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu, bila seorang anak menderita hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan. Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia.

 

Kapan harus ke dokter?

Untuk penderita Hemofilia, dibutuhkan penanganan segera di IGD jika terdapat perdarahan spontan yang tidak kunjung berhenti, selain itu jika terdapat riwayat keluarga yang memiliki kelainan genetik Hemofilia disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin ke dokter

 

 

DAFTAR PUSTAKA

·         Departemen Kesehatan RI. (2021), Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hemofilia, Keputusan Mentri Kesehatan RI’. https://peraturan.bpk.go.id/Details/171633/keputusan-menkes-no-hk0107menkes2432021

·         Lawrenti, H. (2021) ‘Hemoflia dan Perkembangan Terapinya’, Cermin Dunia Kedokteran, 48(9). https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/view/129

·         Herdata, H.N. and Perdana, P.Y. (2020) ‘Terapi Update Hemofilia pada Anak’, Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(4). https://jknamed.com/jknamed/article/view/105

·         Sarmiento Doncel, S. et al. (2023) ‘Haemophilia A: A review of clinical manifestations, treatment, mutations, and the development of inhibitors’, Hematology Reports, 15(1), pp. 130–150. doi:10.3390/hematolrep15010014.